kotak diskusi

kotak diskusi

Jumat, 17 April 2015

Begal Sebagai Perilaku Menyimpang



BAB I
PENDAHULUAN

Proses sosialisasi yang dibangun melalui interaksi sosial tidak selamanya menghasilkan pola-pola perilaku yang sesuai dan dikehendaki masyarakat. Adakalanya psroses sosialisasi tersebut menghasilkan perilaku yang tak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Apabila perilaku yang terjadi tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat, maka akan terjadi suatu penyimpangan.
Perilaku menyimpang merupakan hasil dari proses sosialisasi yang tidak sempurna. Penyimpangan juga bisa disebabkan oleh penyerapan nilai dan norma yang tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat. Kedua hal ini sangatlah berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Tidak semua perilaku menyimpang merupakan perbuatan negatif. Namun demikian, sebagian besar perilaku menyimpang justru berdampak buruk bagi masyarakat karena mengganggu ketertiban dan merusak keteraturan yang ada di masyarakat tersebut.
Salah satu dari perilaku menyimpang tersebut adalah aksi pembegalan yang beberapa waktu ini marak terjadi. Para pelaku pembegalan yang menggunakan kekerasan dalam aksinya bahkan tak segan membunuh korban. Dalam hal ini pengendalian sosial sangat berperan penting dalam mengarahkan masyarakat ke arah keteraturan dan ketertiban.
Oleh karena itu, Makalah ini mencoba membedah beberapa bahan materi yang dianggap krusial untuk menjadi bahan kajian pembahasan dengan judul “Penyimpangan Sosial dalam Bentuk Aksi Pembegalan”. Judul dipilih sesuai dengan dinamika dan permasalahan yang akhir-akhir ini berkembang di masyarakat. Faktor apa yang mendasari, dampak yang ditimbulkan bagi pelaku, korban dan masyarakat serta cara  mencegah kejadian tersebut agar tidak terjadi. Rumusan masalah tersebut akan dibahas secara intensif dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perilaku Menyimpang

Menurut James Vender Zander perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang. Robert M. Z. Lawang mendefenisikan perilaku penyimpangan dengan semua tindakan menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut. Paul B. Horton mendefenisikannya sebagai setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.[1]
Dari defenisi-defenisi tersebut, pengertian perilaku menyimpang dapat disederhanakan menjadi setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Perilaku ini terjadi karena seseorang mengabaikan norma atau tidak mematuhi patokan baku dalam masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah-istilah negatif.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.[2]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan konformitas. Konformitas adalah bentuk interaksi sosial yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.
Perilaku menyimpang merupakan tindakan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat karena telah melanggar norma atau aturan-aturan yang berlaku. Namun tetap saja perilaku menyimpang itu ada dalam masyarakat. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu tindakan dikatakan sebagai perilaku menyimpang. Menurut Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :[3]
a.       Penyimpangan harus dapat didefenisikan
Perilaku menyimpang bukanlah semata-mata ciri tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut. Singkatnya, penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
b.      Penyimpangan bisa diterima atau bisa juga ditolak
Perilaku menyimpang tidak selalu merupakan hal yang negatif. Ada beberapa penyimpangan yang diterima bahkan dipuji dan dihormati, seperti orang jenius yang mengemukakan pendapat-pendapat baru yang kadang bertentangan dengan pendapat umum. Sedangkan perampokan, teror, pembunnuhan, termasuk dalam penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat.
c.       Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
Pada umumnya, tidak ada seorangpun yang termasuk kategori sepenuhnya penurut (konformis) ataupun sepenuhnya menyimpang. Orang yang termasuk kedua kategori ini justru akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, orang normal pun ssesekali pernah melakukan penyimpangan, tetapi pada batas-batas tertentu yang relatif untuk setiap orang. Perbedaannya hanya pada batas frekuensi dan kadar penyimpangannya.
d.      Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya ideal
Budaya ideal disini adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Antara budaya nyata atau budaya ideal selalu teradi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan cenderung banyak dilanggar.
e.       Terhadap norma-norma penghindaran dan penyimpangan
Norma penghindaran adalah perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka.
f.       Penyimpangan sosial bersifat adaftif (menyesuaikan)
Perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Tanpa suatu perilaku menyimpang, penyesuaian budaya terhadap perubahan kebutuhan dan keadaan akan menjadi sulit. Masyarakat yang terisolasi sekalipun akan mengalami perubahan. Perubahan ini mengharuskan banyak orang untuk menerapkan norma-norma baru.
Menurut James W. Van Zanden, faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan sosial sebagai berikut :[4]
a.       Longgar atau tidaknya nilai dan norma
Ukuran perilaku menyimpang, bukan pada ukuran baik-buruk atau benar menurut pengertian umum, melainkan longgar-tidaknya norma dan nilai di masyarakat. Norma dan nilai sosial masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat yang satu berbeda dengan masyarakat lainnya. Contoh kumpul kebo di indonesia.


b.      Sosialisasi yang tidak sempurna
Dimasyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna sehingga menimbulkan perilaku penyimpang.
c.       Sosialisasi subkebudayaan yang menyimpang
Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang memilki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, yaitu kebudaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominian ( pada umumnya).

B.     Begal
1.      Pengertian Begal
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwasannya yang dimaksud dengan begal adalah penyamun. Membegal berarti merampas di jalan atau menyamun. Sedangkan Pembegalan berarti proses, cara, perbuatan membegal, perampasan di jalan atau penyamunan. Dan ini sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai perhiasan kalau berpergian.
Dalam bahasa fiqih, sebagaimana tertulis dalam at-Tadzhib fi Adillati Matnil Ghoyah wat Taqrib, pelaku begal disebut dengan istilah Qutthout Thoriq. Secara harfiah, ia bermakna pemotong jalan. Tetapi secara maknawi, ia berarti segerombolan orang yang saling tolong-menolong dan bantu-membantu dalam melaksanakan maksud jahat mereka, mengganggu orang-orang di jalanan, merampas harta benda, dan tidak segan-segan membunuh korbannya.
Pembegal atau biasa disebut begal, adalah tindakan merampas sesuatu dari milik orang lain secara paksa, hampir sama dengan perampok, hanya saja ia langsung melukai korbannya tanpa tanya-tanya terlebih dahulu. Para pembegal melakukan tindak kejahatannya tidak pandang bulu bahkan tergolong sadis, karena tanpa ada rasa kasihan dan si pembegal langsung berani melukai korbannya hingga tewas dan meninggalkannya begitu saja.
Sedangkan menurut England and West of Theft Act, seseorang dinyatakan melakukan pembegalan ketika ia melakukan pencurian atau perampasan dengan paksaan, demi membuat korban tersebut takut. Menurut Louise E. Porter, pembegalan itu bisa ditujukan untuk mendapatkan barang komersil (biasanya lebih terencana dan dalam jumlah besar) serta bisa pula untuk barang personal. Nah, menurut Porter, pelaku begal yang tujuannya untuk barang personal cenderung lebih ‘kejam’ atau hostile.
Kriminolog Profesor Muhammad Mustofa mengatakan istilah begal sudah lama terdengar di dunia kejahatan. Bahkan begal sudah terjadi sejak zaman kekaisaran di Cina atau zaman kerajaan di Indonesia. Kata begal banyak ditemukan dalam literatur Bahasa Jawa. Begal merupakan perampokan yang dilakukan di tempat yang sepi. Menunggu orang yang membawa harta benda ditempat sepi tersebut.[5] Kata begal dalam bahasa Banyumas memiliki arti rampok atau perampok. Dan begalan berarti perampasan atau perampokan di tengah jalan.[6]
Istilah ‘begal’ adalah kata dasar (lingga) dalam Bahasa Jawa, yang telah digunakan dalam Bahasa Jawa Kuna. Secara harafiah, kata jadian ambegal dan binegal berarti menyamun, merampok (di jalan). Kata pambegalan menunjuk kepada tempat yang baik untuk menyamun. Pada susastra lama, perkataan ini antara lain dijumpai dalam kitab Slokantara (68.14), Korawasrama (54), Tantri Kamandaka (136) dan Calon Arang (136). Istilah ‘begal’ diserap ke dalam bahasa Indonesia, dalam arti penyamun. Kata membegal berarti merampas di jalan, menyamun. Adapun pembegalan berkenaan dengan proses, cara atau perbuatan membegal, perampasan di jalan. Pembegalan dilakukan oleh seorang atau beberapa orang terhadap seorang atau beberapa orang yang sedang melintas di jalan dengan merampas harta benda miliknya disertai atau tanpa disertai dengan tindak kekarasan, bahkan tak jarang memakan korban jiwa.[7]
Pembegalan  merupakan penyimpangan sosial yang berkaitan dengan kejahatan yang merugikan orang banyak atau khalayak banyak. Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat.
Kasus pembegalan motor kerap terjadi di Indonesia. Kejahatan ini bahkan sudah menyebar hampir di seluruh wilayah, tidak hanya di kota-kota besar saja. Pelaku kejahatan ini pun tidak hanya melibatkan orang dewasa, namun anak-anak dibawah umur pun marak ikut terlibat.
2.      Faktor-Faktor Penyebab
Faktor-faktor penyebab adanya perilaku kriminalitas ialah :[8]
a.       Kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles)
b.      Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon,1600-an)
c.       Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (voltaire dan rousseau, 1700-an)
d.      Atavistik atau sifat-sifat anti sosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal (cesare lombroso, 1835-1909)
e.       Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak proporsional (toertisi klasik lain).


Adapun faktor penyebab yang terjadinya pembegalan :
a.       Motivasi
Motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Motivasi merupakan faktor utama penyebab pembegalan. Di dalam motivasi ini terdapat tiga hal yang termasuk didalamnya, yaitu : upaya (effort), tujuan organisasi (goals), dan kebutuhan (need).
b.      Lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan terjadinya pembegalan
Penjagaan yang lemah oleh aparat di tempat-tempat rawan dapat dimanfaatkan pelaku dan menjadi faktor pemicu terjadinya pembegalan. Gangguan keamanan dan tindak kejahatan yang semakin bervariasi yang belum dapat diimbangi dengan penuntasan penanganan oleh aparat penegak hukum dan kurangnya kontrol di daerah-daerah rawan terjadinya tindak kejahatan, menjadi faktor pendukung terjadinya aksi pembegalan.
c.       Situasi dan kondisi yang memungkinkan pelaku terdorong untuk melakukan aksi pembegalan
Menurut sosiolog Budi Radjab, faktor ekonomi memegang peranan dominan sebagai motivasi terjadinya tindak kejahatan. Motif yang perlu digaris bawahi yaitu adanya peluang yang bisa mendukung atau menghambat motif calon begal. Peluang tersebut tercipta lantaran adanya kondisi masyarakat yang  berupa ketimpangan sosial dan ekonomi.[9]
Saat ini Indonesia mampu mencapai angka pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen ditengah krisis global yang tengah berlangsung. Bahkan Indonesia  telah masuk dalam negara berpenghasilan menengah (middle income country). Namun ditengah pertumbuhan ekonomi yang cukup baik ini, ternyata Indonesia harus dihadapkan pada masalah ketimpangan ekonomi dan sosial yang serius. Pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang dengan jumlah pengangguran mencapai 7,24 juta orang.
Selain itu, cara berpikir yang serba instan juga turut memengaruhi perilaku orang yang menjadi begal. Perilaku pembegalan merupakan sebagian kecil dari cara berpikir instan. Mereka ingin mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara instan. Dan ini juga sangat dipengaruhi oleh pola pembelajaran yang diterima. Begitupun teman sebaya dan lingkungan dapat memicu adanya aksi tindak kejahatan ini.
d.      Masyarakat yang kurang waspada
Peran masyarakat sangatlah penting, karena jumlah aparat keamanan saat ini tidak bisa menangani dan mencegah tindak kejahatan secara keseluruhan. Jumlah masyarakat yang lebih dominan daripada aparat keamanan dan aksi pembegalan yang kian marak terjadi sangat membutuhkan kewaspadaan dari masyarakat untuk mencegah tindak kejahatan tersebut. Korban sebetulnya juga ikut berperan dalam maraknya pembegalan.
Banyaknya pengendara motor yang gemar memodifikasi kendaraan mereka dan mengenakan perhiasan atau dalam hal ini dapat disebut berpergian dengan tampilan yang mencolok bisa memancing naluri jahat pembegal.

e.       Pengaruh dari teman-teman sebaya dan lingkungan sosial yang terbiasa melakukan kekerasan
Dalam beberapa kasus aksi pembegalan dipicu karena iseng. Kemudian, mereka nyaman. Ada beberapa yang tanpa disadari yang mereka lakukan adalah tindakan melawan hukum. Tetapi ada juga yang merasa melawan hukum, namun merasa bahwa mereka tidak akan diproses.
Lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Ciri-ciri dan unsur kepribadian seseorang sudah tertanam ke dalam jiwa seseorang sejak awal, yaitu pada masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi. Koentjaraningrat menyatakan bahwa kepribadian adalah watak khas seseorang yang tampak dari luar sehingga orang luar memberikan kepadanya suatu identitas khusus. Identitas khusus tersebut diterima dari warga masyarakatnya. Jadi, terbentuknya kepribadian dipengaruhi oleh faktor kedaerahan, cara hidup di kota atau di desa, agama, profesi, dan kelas sosial.[10]

f.       Tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan
Kepribadian sangat ditentukan oleh cara-cara ia diajari pada saat makan, disiplin dan bergaul dengan anak-anak lainnya. Pada saat dewasa, beberapa kepribadian watak yang sama akan tampak menonjol pada banyak individu yang telah menjadi dewasa. Mereka yang sering menonton aksi kekerasan ketika kecil, berkemungkinan besar akan menirukan apa yang biasa dilihatnya. Bahkan akan tertanam pada diri mereka bahwa tindakan kekerasan yang diperbuatnya merupakan tindakan biasa dan bukan tindakan menyimpang.
Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja dan yang melibatkan adanya ketidakseimbangan kekuasaan atau kekuatan. Hal ini dapat terjadi disemua bidang, batas-batas wilayah geografis, ras, sosial ekonomi.
Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Warwick University, menyatakan bahwa lebih dari 1.400 orang berusia antara sembilan dan 26 tahun dan ditemukan bahwa bullying menimbulkan konsekuensi negatif bagi kesehatan, prospek pekerjaan dan hubungan. Dampak nyata dari adanya bullying adalah bahwa akan muncul keinginan membully dari para korban bully sebagai bentuk pembalasan rasa dendam dan akan menjadi pribadi yang mudah marah atau emosi.
g.      Disfungsi keluarga
Keluarga disfungsional adalah keluarga di mana terjadi banyak konflik, perilaku buruk, dan bahkan pelecehan di antara anggota-anggota keluarganya. Anak-anak yang tumbuh di keluarga seperti ini cenderung berpikir bahwa hal ini normal. Anak yang lahir dari keluarga bermasalah berpotensi menimbulkan pribadi yang bermasalah.

3.      Dampak yang ditimbulkan dari adanya aksi pembegalan
Berbagai bentuk perilaku menyimpang yang ada di masyarakat akan membawa dampak bagi pelaku, korban maupun bagi kehidupan masyarakat pada umumnya, tak terkecuali aksi pembegalan yang marak terjadi beberapa waktu ini. Dampak yang ditimbulkan diantaranya adalah:
a.       Bagi Pelaku
1)      Memberikan pengaruh psikologis atau kejiwaan serta tekanan mental terhadap pelaku karena akan dikucilkan dari kehidupan masyarakat atau dijauhi dari pergaulan;
2)      Dapat menghancurkan masa depan pelaku;
3)      Dapat menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan dosa;
4)      Perbuatan yang dilakukan dapat mencelakakan dirinya sendiri.
5)      Mendapat sanksi baik dari negara maupun dari masyarakat.
6)      Menimbulkan stigma atau aib sosial.
b.      Bagi orang lain atau kehidupan masyarakat
1)      Dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan keharmonisan dalam masyarakat;
2)      Merusak tatanan nilai, norma, dan berbagai pranata sosial yang berlaku di masyarakat;
3)      Menimbulkan beban sosial, psikologis dan ekonomi bagi keluarga pelaku;
4)      Merusak unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.
c.       Bagi korban
1)      Menimbulkan beban psikologis bagi korban dan dapat menyebabkan adanya kerugian materiil;
2)      Apabila disertai dengan kekerasan dapat merusak, melukai dan bahkan menghilangkan nyawa korban;
3)      Menimbulkan rasa dendam dengan si pelaku;

4.      Langkah – langkah meminimalisir dan pencegahan terhadap aksi pembegalan
Dengan maraknya tindakan pembegalan akhir-akhir ini, tentunya dibutuhkan langkah penegakkan hukum sebagai cermin untuk meminimalisir terulangnya kejadian yang sama. Perlu adanya kerja sama antara pihak kepolisian dan masyarakat. Sehingga dengan adanya sinergitas yang dibangun, diharapkan jika suatu ketika tindakan pembegalan dapat dengan sigap dapat digagalkan.
Pihak Kepolisian bertindak sebagai satuan keamanan. Tindakan  nyata yang dilakukan pihak kepolisian adalah dengan melakukan patroli selama 24 jam di berbagai tempat. Masyarakat juga harus dapat menjaga stabilitas lingkungannya. Langkah nyata yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan jaga malam.
Adapun tips-tips yang dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk antisipasi terhadap tindakan pembegalan ketika akan berpergian, adalah sebagai berikut :[11]
a.       Usahakan jangan berpergian pada malam hari apalagi tengah malam, hal ini berpotensi terhadap kejahatan perampokan, ataupun pembunuhan;
b.      Jika memang harus keluar malam hari, jangan memilih tempat yang sepi walaupun mungkin itu akan mempersingkat waktu. Pilihlah tempat yang ramai sebagai jalur lintas;
c.       Jangan pergi sendirian, naluri penjahat akan mencoba melakukan aksinya kepada lawan yang dianggapnya mampu dia taklukkan dengan mudah, setidaknya jika berpergian hendaknya lebih dari 1 orang;
d.      Jika merasa diikuti oleh seseorang, segeralah menuju tempat yang ramai;
e.       Berhati hatilah kepada orang yang berpura-pura menanyakan alamat, pastikan terlebih dahulu bahwa di sekeliling terdapat orang banyak, jika ada yang menanyakan alamat pada tempat yang sepi, lebih baik berhati-hati;
f.       Jangan melamun di saat dalam perjalanan;
g.      Jika di depan anda terdapat kendaraan yang anda kenal, berjarak dekatlah. Hal ini akan meminimalkan kemungkinan terjadinya tindak kejahatan, karena pelaku kejahatan tidak biasanya ingin aksi kejahatannya dilihat orang lain;
h.      Jika anda mengantuk dan anda ingin berhenti, pastikan berhenti di tempat yang dikenali atau setidaknya di tempat yang ramai atau dekat dengan kantor polisi;
i.        Jika sudah tidak bisa lagi untuk mencegah terjadinya kejahatan. Tinggalkanlah kendaraan anda, kemudian larilah secepatnya ke rumah warga. Ini adalah langkah terakhir yang harus dilakukan jika benar-benar dalam keadaan bahaya.
j.        Informasikan perjalanan ke keluarga atau teman, simpan barang mewah (cincin atau jam yang berkilau) dalam tas, rute jalan yang akan dilalui harus sudah diketahui dan naik kendaraan (sepeda motor) diupayakan berdua;
k.      Datakan nomor telpon kepolisian di kontak anda.

5.      Hukum bagi pelaku pembegalan
Pencurian dalam KUHP dibagi dalam 6 pasal, yaitu Pasal 362 sampai 367. Pasal 362, merupakan pasal yang digunakan polisi untuk menjerat pelaku pencurian biasa. Pelaku pembegalan bisa dijerat dengan Pasal 365[12] karena sebelum mengambil barang milik orang lain, begal memberikan ancaman hingga melakukan kekerasan pada korbannya. Bahkan dapat mengakibatkan kematian korbannya maka dia bisa diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun hingga pidana mati atau seumur hidup.
Pasal 365 :
(1)   Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk menguasai barang yang dicuri.
(2)   Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :
1.      Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;
2.      Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
3.      Jika masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;
4.      Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
(3)   Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belass tahun.
(4)   Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu disertai pula oleh suatu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut
2.      begal adalah penyamun. Membegal berarti merampas di jalan atau menyamun. Sedangkan Pembegalan berarti proses, cara, perbuatan membegal, perampasan di jalan atau penyamunan. Dan ini sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai perhiasan kalau berpergian.
3.      Faktor yang menyebabkan terjadinya aksi pembegalan, diantaranya ialah : motivasi, lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan terjadinya pembegalan, situasi dan kondisi yang memungkinkan pelaku untuk terdorong melakukan pembegalan, masyarakat yang kurang waspada, pengaruh teman sebaya dan lingkungan sosial yang terbiasa melakukan tindakan kekerasan, tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan serta disfungsi keluarga.

B.     Saran
Besar harapan, makalah ini dapat menjadi tambahan sumber bacaan bagi teman-teman. Makalah ini kami buat menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Tak luput dari itu, makalah ini tak terhindar dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah Andi, KUHP dan KUHAP, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011)
Hendra Akhdiat, Psikologi hukum, (Bandung : Pustaka Setia, 2011)
Muin Idianto, Sosiologi, (Jakarta : Erlangga, 2006)
Sumber dari Internet :


[1] Idianto Muin, Sosiologi, (Jakarta : Erlangga, 2006), hlm. 153
[3] Op-Cit., hlm. 153-155
[4] Akhdhiat Hendra,  Psikologi hukum. (Bandung : Pustaka Setia, 2011), Hlm. 212

[8] Op-Cit., Hlm. 178-179
[10] Op-Cit., Idianto Muin, hlm. 137
[12] Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011)., hlm. 141-142

Tidak ada komentar:

Posting Komentar