BAB
I
PENDAHULUAN
Proses
sosialisasi yang dibangun melalui interaksi sosial tidak selamanya menghasilkan
pola-pola perilaku yang sesuai dan dikehendaki masyarakat. Adakalanya psroses
sosialisasi tersebut menghasilkan perilaku yang tak sesuai dengan norma-norma
dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Apabila perilaku yang terjadi tidak
sesuai dengan tuntutan masyarakat, maka akan terjadi suatu penyimpangan.
Perilaku
menyimpang merupakan hasil dari proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Penyimpangan juga bisa disebabkan oleh penyerapan nilai dan norma yang tidak
sesuai dengan tuntutan masyarakat. Kedua hal ini sangatlah berpengaruh dalam
pembentukan kepribadian seseorang.
Tidak
semua perilaku menyimpang merupakan perbuatan negatif. Namun demikian, sebagian
besar perilaku menyimpang justru berdampak buruk bagi masyarakat karena
mengganggu ketertiban dan merusak keteraturan yang ada di masyarakat tersebut.
Salah
satu dari perilaku menyimpang tersebut adalah aksi pembegalan yang beberapa
waktu ini marak terjadi. Para pelaku pembegalan yang menggunakan kekerasan
dalam aksinya bahkan tak segan membunuh korban. Dalam hal ini pengendalian
sosial sangat berperan penting dalam mengarahkan masyarakat ke arah keteraturan
dan ketertiban.
Oleh
karena itu, Makalah ini mencoba membedah beberapa bahan materi yang dianggap
krusial untuk menjadi bahan kajian pembahasan dengan judul “Penyimpangan Sosial
dalam Bentuk Aksi Pembegalan”. Judul dipilih sesuai dengan dinamika dan permasalahan
yang akhir-akhir ini berkembang di masyarakat. Faktor apa yang mendasari,
dampak yang ditimbulkan bagi pelaku, korban dan masyarakat serta cara mencegah kejadian tersebut agar
tidak terjadi. Rumusan masalah tersebut akan dibahas secara intensif dalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perilaku Menyimpang
Menurut James Vender Zander perilaku
menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan diluar
batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang. Robert M. Z. Lawang
mendefenisikan perilaku penyimpangan dengan semua tindakan menyimpang dari
norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka
yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut. Paul B.
Horton mendefenisikannya sebagai setiap perilaku yang dinyatakan sebagai
pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.[1]
Dari defenisi-defenisi tersebut,
pengertian perilaku menyimpang dapat disederhanakan menjadi setiap perilaku
yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Perilaku ini
terjadi karena seseorang mengabaikan norma atau tidak mematuhi patokan baku
dalam masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah-istilah negatif.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial
adalah perilaku
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan
atau kepatutan,
baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama)
secara individu
maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.[2]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah
laku,
perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan
yang bertentangan dengan norma-norma
dan hukum
yang ada di dalam masyarakat. Dalam
kehidupan masyarakat, semua tindakan
manusia
dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan
sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun di tengah kehidupan
masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai
dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat.
Penyimpangan terhadap norma-norma
atau nilai-nilai
masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu
yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari
perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut
dengan konformitas. Konformitas adalah
bentuk interaksi sosial
yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok.
Perilaku menyimpang
merupakan tindakan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat karena telah
melanggar norma atau aturan-aturan yang berlaku. Namun tetap saja perilaku
menyimpang itu ada dalam masyarakat. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi suatu tindakan dikatakan sebagai perilaku menyimpang.
Menurut Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut
:[3]
a.
Penyimpangan harus dapat didefenisikan
Perilaku menyimpang
bukanlah semata-mata ciri tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari
adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap
perilaku tersebut. Singkatnya, penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku
harus berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
b.
Penyimpangan bisa diterima atau bisa juga ditolak
Perilaku menyimpang tidak selalu
merupakan hal yang negatif. Ada beberapa penyimpangan yang diterima bahkan
dipuji dan dihormati, seperti orang jenius yang mengemukakan pendapat-pendapat
baru yang kadang bertentangan dengan pendapat umum. Sedangkan perampokan,
teror, pembunnuhan, termasuk dalam penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat.
c.
Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak
Pada umumnya, tidak ada seorangpun
yang termasuk kategori sepenuhnya penurut (konformis) ataupun sepenuhnya
menyimpang. Orang yang termasuk kedua kategori ini justru akan mengalami
kesulitan dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, orang normal pun ssesekali pernah
melakukan penyimpangan, tetapi pada batas-batas tertentu yang relatif untuk
setiap orang. Perbedaannya hanya pada batas frekuensi dan kadar
penyimpangannya.
d.
Penyimpangan terhadap budaya nyata atau budaya ideal
Budaya ideal disini adalah segenap
peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Antara budaya
nyata atau budaya ideal selalu teradi kesenjangan. Artinya, peraturan yang
telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan cenderung banyak dilanggar.
e.
Terhadap norma-norma penghindaran dan penyimpangan
Norma penghindaran adalah perbuatan
yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka tanpa harus menentang
nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka.
f.
Penyimpangan sosial bersifat adaftif (menyesuaikan)
Perilaku menyimpang merupakan salah
satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Tanpa suatu
perilaku menyimpang, penyesuaian budaya terhadap perubahan kebutuhan dan
keadaan akan menjadi sulit. Masyarakat yang terisolasi sekalipun akan mengalami
perubahan. Perubahan ini mengharuskan banyak orang untuk menerapkan norma-norma
baru.
Menurut James W. Van
Zanden, faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan sosial sebagai berikut :[4]
a.
Longgar atau tidaknya nilai dan norma
Ukuran
perilaku menyimpang, bukan pada ukuran baik-buruk atau benar menurut pengertian
umum, melainkan longgar-tidaknya norma dan nilai di masyarakat. Norma dan nilai
sosial masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat
yang satu berbeda dengan masyarakat lainnya. Contoh kumpul kebo di indonesia.
b. Sosialisasi
yang tidak sempurna
Dimasyarakat
sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna sehingga menimbulkan
perilaku penyimpang.
c. Sosialisasi
subkebudayaan yang menyimpang
Perilaku
menyimpang terjadi pada masyarakat yang memilki nilai-nilai subkebudayaan yang
menyimpang, yaitu kebudaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma
budaya yang dominian ( pada umumnya).
B.
Begal
1. Pengertian
Begal
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwasannya yang dimaksud dengan begal adalah
penyamun. Membegal berarti merampas di jalan atau menyamun. Sedangkan
Pembegalan berarti proses, cara, perbuatan membegal, perampasan di jalan atau penyamunan.
Dan ini sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai
perhiasan kalau berpergian.
Dalam
bahasa fiqih, sebagaimana tertulis dalam at-Tadzhib fi Adillati Matnil Ghoyah
wat Taqrib, pelaku begal disebut dengan istilah Qutthout Thoriq. Secara
harfiah, ia bermakna pemotong jalan. Tetapi secara maknawi, ia berarti
segerombolan orang yang saling tolong-menolong dan bantu-membantu dalam
melaksanakan maksud jahat mereka, mengganggu orang-orang di jalanan, merampas
harta benda, dan tidak segan-segan membunuh korbannya.
Pembegal
atau biasa disebut begal, adalah tindakan merampas sesuatu dari milik orang
lain secara paksa, hampir sama dengan perampok, hanya saja ia langsung melukai
korbannya tanpa tanya-tanya terlebih dahulu. Para pembegal melakukan tindak
kejahatannya tidak pandang bulu bahkan tergolong sadis, karena tanpa ada rasa
kasihan dan si pembegal langsung berani melukai korbannya hingga tewas dan
meninggalkannya begitu saja.
Sedangkan
menurut England and West of Theft Act,
seseorang dinyatakan melakukan pembegalan ketika ia melakukan
pencurian atau perampasan dengan paksaan, demi membuat korban tersebut takut.
Menurut Louise E. Porter,
pembegalan itu bisa ditujukan untuk mendapatkan barang komersil (biasanya
lebih terencana dan dalam jumlah besar) serta bisa pula untuk barang personal.
Nah, menurut Porter, pelaku begal yang tujuannya untuk barang personal
cenderung lebih ‘kejam’ atau hostile.
Kriminolog
Profesor Muhammad Mustofa mengatakan istilah begal sudah lama terdengar di
dunia kejahatan. Bahkan begal sudah terjadi sejak zaman kekaisaran di Cina atau
zaman kerajaan di Indonesia. Kata begal banyak ditemukan dalam literatur Bahasa
Jawa. Begal merupakan perampokan yang dilakukan di tempat yang sepi. Menunggu
orang yang membawa harta benda ditempat sepi tersebut.[5]
Kata begal dalam bahasa
Banyumas memiliki arti rampok atau perampok. Dan begalan berarti perampasan
atau perampokan di tengah jalan.[6]
Istilah
‘begal’ adalah kata dasar (lingga) dalam Bahasa Jawa, yang telah digunakan
dalam Bahasa Jawa Kuna. Secara harafiah, kata jadian ambegal dan binegal
berarti menyamun, merampok (di jalan). Kata pambegalan
menunjuk kepada tempat yang baik untuk menyamun. Pada susastra lama, perkataan
ini antara lain dijumpai dalam kitab Slokantara
(68.14), Korawasrama (54), Tantri Kamandaka (136) dan Calon Arang (136). Istilah ‘begal’
diserap ke dalam bahasa Indonesia, dalam arti penyamun. Kata membegal berarti
merampas di jalan, menyamun. Adapun pembegalan berkenaan dengan proses, cara
atau perbuatan membegal, perampasan di jalan. Pembegalan dilakukan oleh seorang
atau beberapa orang terhadap seorang atau beberapa orang yang sedang melintas
di jalan dengan merampas harta benda miliknya disertai atau tanpa disertai
dengan tindak kekarasan, bahkan tak jarang memakan korban jiwa.[7]
Pembegalan
merupakan penyimpangan sosial yang berkaitan dengan kejahatan yang merugikan orang banyak atau khalayak banyak. Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun dan dilakukan oleh
siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala
luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam
masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila
tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial
yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan adalah segala
macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri
terhadap kehendak masyarakat.
Kasus
pembegalan motor kerap terjadi di Indonesia. Kejahatan ini bahkan sudah
menyebar hampir di seluruh wilayah, tidak hanya di kota-kota besar saja. Pelaku
kejahatan ini pun tidak hanya melibatkan orang dewasa, namun anak-anak dibawah
umur pun marak ikut terlibat.
2.
Faktor-Faktor Penyebab
Faktor-faktor
penyebab adanya perilaku kriminalitas ialah :[8]
a.
Kemiskinan merupakan penyebab dari
revolusi dan kriminalitas (Aristoteles)
b.
Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir
Francis Bacon,1600-an)
c.
Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik,
dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (voltaire dan rousseau, 1700-an)
d.
Atavistik atau sifat-sifat anti sosial
bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal (cesare lombroso, 1835-1909)
e.
Hukuman yang diberikan kepada pelaku
tidak proporsional (toertisi klasik lain).
Adapun
faktor penyebab yang terjadinya pembegalan :
a. Motivasi
Motivasi
adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang
tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya
dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Motivasi merupakan faktor utama
penyebab pembegalan. Di dalam motivasi ini terdapat tiga hal yang termasuk didalamnya,
yaitu : upaya (effort), tujuan organisasi (goals), dan kebutuhan (need).
b. Lemahnya
keamanan ditempat-tempat rawan terjadinya pembegalan
Penjagaan
yang lemah oleh aparat di tempat-tempat rawan dapat dimanfaatkan pelaku dan
menjadi faktor pemicu terjadinya pembegalan.
Gangguan keamanan dan tindak kejahatan yang semakin bervariasi yang belum dapat
diimbangi dengan penuntasan penanganan oleh aparat penegak hukum dan kurangnya
kontrol di daerah-daerah rawan terjadinya tindak kejahatan, menjadi faktor
pendukung terjadinya aksi pembegalan.
c. Situasi
dan kondisi yang memungkinkan pelaku terdorong untuk melakukan aksi pembegalan
Menurut sosiolog Budi Radjab, faktor ekonomi
memegang peranan dominan sebagai motivasi terjadinya tindak kejahatan. Motif
yang perlu digaris bawahi yaitu adanya peluang yang bisa mendukung atau
menghambat motif calon begal. Peluang tersebut tercipta lantaran adanya kondisi
masyarakat yang berupa ketimpangan
sosial dan ekonomi.[9]
Saat ini Indonesia
mampu mencapai angka pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen ditengah krisis global
yang tengah berlangsung. Bahkan Indonesia telah masuk dalam negara berpenghasilan
menengah (middle income country). Namun
ditengah pertumbuhan ekonomi yang cukup baik ini, ternyata Indonesia harus
dihadapkan pada masalah ketimpangan ekonomi dan sosial yang serius. Pada
bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang
dengan
jumlah pengangguran mencapai 7,24 juta orang.
Selain
itu, cara berpikir yang serba instan juga turut memengaruhi perilaku orang yang
menjadi begal. Perilaku pembegalan merupakan sebagian kecil dari cara berpikir
instan. Mereka ingin mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara instan. Dan
ini juga sangat dipengaruhi oleh pola pembelajaran yang diterima. Begitupun
teman sebaya dan lingkungan dapat memicu adanya aksi tindak kejahatan ini.
d. Masyarakat
yang kurang waspada
Peran masyarakat
sangatlah penting, karena jumlah aparat keamanan saat ini tidak bisa menangani
dan mencegah tindak kejahatan secara keseluruhan. Jumlah masyarakat yang lebih
dominan daripada aparat keamanan dan aksi pembegalan yang kian marak terjadi
sangat membutuhkan kewaspadaan dari masyarakat untuk mencegah tindak kejahatan
tersebut. Korban sebetulnya juga ikut berperan dalam maraknya pembegalan.
Banyaknya pengendara motor yang
gemar memodifikasi kendaraan mereka dan mengenakan perhiasan atau dalam hal ini
dapat disebut berpergian dengan tampilan yang mencolok bisa memancing naluri
jahat pembegal.
e.
Pengaruh dari teman-teman sebaya dan lingkungan sosial
yang terbiasa melakukan kekerasan
Dalam beberapa kasus aksi pembegalan dipicu karena iseng.
Kemudian, mereka nyaman. Ada beberapa yang tanpa disadari yang mereka lakukan
adalah tindakan melawan hukum. Tetapi ada juga yang merasa melawan hukum, namun
merasa bahwa mereka tidak akan diproses.
Lingkungan sangat berpengaruh dalam
membentuk kepribadian seseorang. Ciri-ciri dan unsur kepribadian seseorang
sudah tertanam ke dalam jiwa seseorang sejak awal, yaitu pada masa kanak-kanak
melalui proses sosialisasi. Koentjaraningrat menyatakan bahwa kepribadian
adalah watak khas seseorang yang tampak dari luar sehingga orang luar
memberikan kepadanya suatu identitas khusus. Identitas khusus tersebut diterima
dari warga masyarakatnya. Jadi, terbentuknya kepribadian dipengaruhi oleh
faktor kedaerahan, cara hidup di kota atau di desa, agama, profesi, dan kelas
sosial.[10]
f.
Tindakan bullying dan akibat tontonan kekerasan
Kepribadian sangat ditentukan oleh
cara-cara ia diajari pada saat makan, disiplin dan bergaul dengan anak-anak
lainnya. Pada saat dewasa, beberapa kepribadian watak yang sama akan tampak
menonjol pada banyak individu yang telah menjadi dewasa. Mereka yang sering
menonton aksi kekerasan ketika kecil, berkemungkinan besar akan menirukan apa
yang biasa dilihatnya. Bahkan akan tertanam pada diri mereka bahwa tindakan
kekerasan yang diperbuatnya merupakan tindakan biasa dan bukan tindakan menyimpang.
Bullying adalah
perilaku agresif yang disengaja dan yang melibatkan adanya ketidakseimbangan
kekuasaan atau kekuatan. Hal ini dapat terjadi disemua bidang, batas-batas
wilayah geografis, ras, sosial ekonomi.
Sebuah studi yang
dilakukan oleh peneliti dari Warwick University, menyatakan bahwa lebih dari
1.400 orang berusia antara sembilan dan 26 tahun dan ditemukan bahwa bullying
menimbulkan konsekuensi negatif bagi kesehatan, prospek pekerjaan dan hubungan.
Dampak nyata dari adanya bullying adalah bahwa akan muncul keinginan membully
dari para korban bully sebagai bentuk pembalasan rasa dendam dan akan menjadi
pribadi yang mudah marah atau emosi.
g.
Disfungsi keluarga
Keluarga disfungsional
adalah keluarga
di mana terjadi banyak konflik,
perilaku buruk, dan bahkan pelecehan
di antara anggota-anggota keluarganya. Anak-anak yang tumbuh di keluarga
seperti ini cenderung berpikir bahwa hal ini normal. Anak yang lahir dari keluarga
bermasalah berpotensi menimbulkan pribadi yang bermasalah.
3. Dampak
yang ditimbulkan dari adanya aksi pembegalan
Berbagai
bentuk perilaku menyimpang yang ada di masyarakat akan membawa dampak bagi
pelaku, korban maupun bagi kehidupan masyarakat pada umumnya, tak terkecuali
aksi pembegalan yang marak terjadi beberapa waktu ini. Dampak yang ditimbulkan
diantaranya adalah:
a. Bagi
Pelaku
1) Memberikan
pengaruh psikologis atau kejiwaan serta tekanan mental terhadap pelaku karena
akan dikucilkan dari kehidupan masyarakat atau dijauhi dari pergaulan;
2) Dapat
menghancurkan masa depan pelaku;
3) Dapat
menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan dosa;
4) Perbuatan
yang dilakukan dapat mencelakakan dirinya sendiri.
5) Mendapat
sanksi baik dari negara maupun dari masyarakat.
6) Menimbulkan
stigma atau aib sosial.
b. Bagi
orang lain atau kehidupan masyarakat
1) Dapat
mengganggu keamanan, ketertiban dan keharmonisan dalam masyarakat;
2) Merusak
tatanan nilai, norma, dan berbagai pranata sosial yang berlaku di masyarakat;
3) Menimbulkan
beban sosial, psikologis dan ekonomi bagi keluarga pelaku;
4) Merusak
unsur-unsur budaya dan unsur-unsur lain yang mengatur perilaku individu dalam
kehidupan masyarakat.
c. Bagi
korban
1) Menimbulkan
beban psikologis bagi korban dan dapat menyebabkan adanya kerugian materiil;
2) Apabila
disertai dengan kekerasan dapat merusak, melukai dan bahkan menghilangkan nyawa
korban;
3) Menimbulkan
rasa dendam dengan si pelaku;
4. Langkah
– langkah meminimalisir dan pencegahan terhadap aksi pembegalan
Dengan maraknya tindakan pembegalan akhir-akhir ini,
tentunya dibutuhkan langkah penegakkan hukum sebagai cermin untuk meminimalisir
terulangnya kejadian yang sama. Perlu adanya kerja sama antara pihak kepolisian
dan masyarakat. Sehingga dengan adanya sinergitas yang dibangun, diharapkan
jika suatu ketika tindakan pembegalan dapat dengan sigap dapat digagalkan.
Pihak Kepolisian bertindak sebagai satuan keamanan.
Tindakan nyata yang dilakukan pihak
kepolisian adalah dengan melakukan patroli selama 24 jam di berbagai tempat.
Masyarakat juga harus dapat menjaga stabilitas lingkungannya. Langkah nyata
yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan jaga malam.
Adapun tips-tips yang dapat dilakukan oleh
masyarakat sebagai bentuk antisipasi terhadap tindakan pembegalan ketika akan
berpergian, adalah sebagai berikut :[11]
a. Usahakan
jangan berpergian pada malam hari apalagi tengah malam, hal ini berpotensi
terhadap kejahatan perampokan, ataupun pembunuhan;
b. Jika
memang harus keluar malam hari, jangan memilih tempat yang sepi walaupun
mungkin itu akan mempersingkat waktu. Pilihlah tempat yang ramai sebagai jalur
lintas;
c. Jangan
pergi sendirian, naluri penjahat akan mencoba melakukan aksinya kepada lawan
yang dianggapnya mampu dia taklukkan dengan mudah, setidaknya jika berpergian
hendaknya lebih dari 1 orang;
d. Jika
merasa diikuti oleh seseorang, segeralah menuju tempat yang ramai;
e. Berhati
hatilah kepada orang yang berpura-pura menanyakan alamat, pastikan terlebih dahulu
bahwa di sekeliling terdapat orang banyak, jika ada yang menanyakan alamat pada
tempat yang sepi, lebih baik berhati-hati;
f. Jangan
melamun di saat dalam perjalanan;
g. Jika
di depan anda terdapat kendaraan yang anda kenal, berjarak dekatlah. Hal ini
akan meminimalkan kemungkinan terjadinya tindak kejahatan, karena pelaku
kejahatan tidak biasanya ingin aksi kejahatannya dilihat orang lain;
h. Jika
anda mengantuk dan anda ingin berhenti, pastikan berhenti di tempat yang dikenali
atau setidaknya di tempat yang ramai atau dekat dengan kantor polisi;
i.
Jika sudah tidak bisa lagi untuk
mencegah terjadinya kejahatan. Tinggalkanlah kendaraan anda, kemudian larilah
secepatnya ke rumah warga. Ini adalah langkah terakhir yang harus dilakukan
jika benar-benar dalam keadaan bahaya.
j.
Informasikan perjalanan ke keluarga atau
teman, simpan barang mewah (cincin atau jam yang berkilau) dalam tas, rute
jalan yang akan dilalui harus sudah diketahui dan naik kendaraan (sepeda motor)
diupayakan berdua;
k. Datakan
nomor telpon kepolisian di kontak anda.
5. Hukum
bagi pelaku pembegalan
Pencurian
dalam KUHP dibagi dalam 6 pasal, yaitu Pasal 362 sampai 367. Pasal 362, merupakan
pasal yang digunakan polisi untuk menjerat pelaku pencurian biasa. Pelaku
pembegalan bisa dijerat dengan Pasal 365[12]
karena sebelum mengambil barang milik orang lain, begal memberikan ancaman
hingga melakukan kekerasan pada korbannya. Bahkan dapat mengakibatkan kematian
korbannya maka dia bisa diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun hingga pidana mati atau seumur hidup.
Pasal
365 :
(1) Diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului,
disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal
tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta
lainnya, atau untuk menguasai barang yang dicuri.
(2) Diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun :
1. Jika
perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum atau dalam kereta api atau trem yang
sedang berjalan;
2. Jika
perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
3. Jika
masuk ketempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;
4. Jika
perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
(3) Jika
perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belass tahun.
(4) Diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau
kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu disertai pula
oleh suatu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perilaku
menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku
dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang
dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut
2. begal
adalah penyamun. Membegal berarti merampas di jalan atau menyamun. Sedangkan
Pembegalan berarti proses, cara, perbuatan membegal, perampasan di jalan atau
penyamunan. Dan ini sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani
memakai perhiasan kalau berpergian.
3. Faktor
yang menyebabkan terjadinya aksi pembegalan, diantaranya ialah : motivasi,
lemahnya keamanan ditempat-tempat rawan terjadinya pembegalan, situasi dan
kondisi yang memungkinkan pelaku untuk terdorong melakukan pembegalan,
masyarakat yang kurang waspada, pengaruh teman sebaya dan lingkungan sosial
yang terbiasa melakukan tindakan kekerasan, tindakan bullying dan akibat
tontonan kekerasan serta disfungsi keluarga.
B. Saran
Besar
harapan, makalah ini dapat menjadi tambahan sumber bacaan bagi teman-teman.
Makalah ini kami buat menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Tak luput dari
itu, makalah ini tak terhindar dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik
dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah Andi, KUHP dan KUHAP, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011)
Hendra Akhdiat, Psikologi hukum,
(Bandung : Pustaka Setia, 2011)
Muin Idianto, Sosiologi, (Jakarta : Erlangga, 2006)
Sumber
dari Internet :
[1] Idianto Muin, Sosiologi, (Jakarta : Erlangga, 2006),
hlm. 153
[3] Op-Cit., hlm. 153-155
[4] Akhdhiat Hendra, Psikologi hukum. (Bandung : Pustaka
Setia, 2011), Hlm. 212
[8] Op-Cit., Hlm. 178-179
[10] Op-Cit., Idianto Muin,
hlm. 137
[12] Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta : Rineka Cipta, 2011)., hlm. 141-142
Tidak ada komentar:
Posting Komentar