kotak diskusi

kotak diskusi

Minggu, 02 Agustus 2015

Upacara Bekayekan Mayarakat Suku Pasemah di Desa Air Mayan



PEMBAHASAN
Pengaruh Agama Terhadap Hukum Adat
(Upacara Bekayekan Mayarakat Suku Pasemah di Desa Air Mayan)

A.    Sejarah, Kondisi Geografis dan Kepercayaan
Desa Air Mayan adalah salah satu daerah di Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Daerah Pasemah Air Keruh merupakan bagian penyebaran penduduk suku Pasemah dan Desa Air Mayan merupakan bagian darinya.
Nama Pasemah adalah karena keterkejutan puyang Atong Bungsu manakala melihat banyak ikan “Semah” di sebuah sungai yang mengalir di lembah Dempo. Yang terucap oleh puyang tersebut kemudian adalah “Be-semah” yang berarti ada banyak ikan semah di sungai tersebut. Istilah Pasemah, terdapat dalam prasasti yang dibuat oleh balatentara raja Yayanasa dari Kedatuan Sriwijaya setelah penaklukan Lampung tahun 680 Masehi yaitu “Prasasti Palas Pasemah” ada hubungannya dengan tanah Pasemah. Dengan adanya prasasti ini, menunjukkan bahwa suku Pasemah, telah ada sejak sebelum abad 6 Masehi.
Suku Pasemah atau Besemah adalah suatu masyarakat adat yang bermukim di daerah perbatasan provinsi Sumatra Selatan dengan provinsi Bengkulu. Wilayah pemukiman suku Pasemah meliputi daerah sekitar kota Pagar Alam, kecamatan Jarai, kecamatan Tanjung Sakti dan daerah sekitar kota Agung kabupaten Lahat. Wilayah pemukiman suku Pasemah ini berada dekat sekitar kaki Gunung Dempo.
Pasemah secara geografis terletak kearah sebelah barat Kota Palembang atau di pedalaman Sumatera Selatan. Terhampar di lereng-lereng bukit dan gunung dempo, dengan ketinggian ± 3200 m diatas permukaan laut. Sebelah timur membujur kearah bukit besar sedangkan keselatan membujur kearah gunung atau bukit patah.
Menurut beberapa penulis Barat bahwa sebelum masuknya agama islam di Pasemah dahulu masyarakat menganut Aninisme. Namun ada pendapat lain bahwa orang Pasemah sangat percaya pada apa yang disebut puyang sebagai leluhur yang sangat di hormati, disegani. Karena puyang-puyang ini disamping asal-usul keturunan juga mempunyai kesaktian terlihat ini jelas hingga sekarang masih diceritakan dan diakui walau pun sebelum agama islam masuk juga ada pengaruh dari agama Hindu dan Budha.[1]

B.     Upacara Bekayekan
Kata ayek  atau ayiak berarti sungai atau alir. Istilah bekayekan secara harfiah berarti membawa anak ke sungai untuk dimandikan, disucikan menjelang memasuki usia remaja. Upacara kayek pada umumnya ada dua macam, yaitu kayek kupik yang ditujukan untuk anak bayi dan bekayekan yang ditujukan untuk anak perempuan. Upacara ini merupakan upacara sunat atau khitan perempuan  yang berusia 4-7 tahun yang dalam istilah lokal disebut dengan bekayekan di Desa Air Mayan, Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kabupaten Lintang Empat Lawang Provinsi Sumatera Selatan.
Khitan secara bahasa diambil dari kata khatana yang berarti memotong. Khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan.[2]
Dalam prosesi upacara bekayekan mengindikasikan sebagai prosesi upacara peralihan yang terdiri dari tiga fase yaitu pemisahan dan persiapan subyek upacara (anak perempuan), tahap liminal atau transisi yang ditandai dengan sikap patuh terhadap instruksi pimpinan upacara dan diberikannya nilai-nilai, oreintasi, serta tujuan hidup, dan tahap pengintegrasian subyek upacara (anak perempuan) ke dalam masyarakatnya dengan status gadis. Sementara itu benda-benda dan alat-alat yang disertakan dalam upacara beterang mengandung harapan-harapan terhadap anak perempuan, sedangkan dalam pelaksanaan upacara bekayekan semua kerabat dekat, kerabat jauh, serta warga sekitar ikut terlibat. Hal ini menunjukkan masih kuatnya solidaritas sosial di Air Mayan.[3]
A.    Peralatan
Dalam melaksanakan upacara bekayekan terdapat beberapa peralatan yang harus disediakan, diantaranya yaitu :
1.      Kapas;
2.      Sebatang pohon pisang;
3.      Tikar;
4.      Nampan (tempat bedak, lipstik, minyak wangi, sisir, celak dan kaca);
5.      Langier (shampo tradisional yang terbuat dari kelapa, pandan, bunga mawar dan daun jeruk purut);
6.      Lemak manis (makanan yang terbuat dari campuran beras ketan, gula merah dan kelapa);
7.      Sapu tangan;
8.      Uang sebesar Rp. 10.000 atau lebih, menurut kemampuan keluarga yang melaksanakan upacara bekayekan;
9.      Air bunga.

A.    Tata Laksana[4]
Ketika hari pelaksanaan upacara bekayekan ditetapkan oleh pihak keluarga, maka pihak keluarga mengundang para tetangga dan kerabat (kerabat dekat dan kerabat jauh). Pada umumnya waktu pelaksanaan upacara bekayekan tidaklah dikhususkan, namun kebanyakan masyarakat Air Mayan melaksanakannya pada bulan Ramadhan, dikarenakan pada bulan tersebut seluruh masyarakat melaksanakan syukuran yang namanya dalam masyarakat lokal disebut dengan pantauan.
Pada hari yang ditentukan tersebut anak perempuan yang akan dikayekan didandankan dengan peralatan berhias yang telah disediakan di atas nampan yang terdiri dari bedak, lipstik (abang bibir), minyak wangi, sisir, celak dan kaca. Setelah itu, anak perempuan tersebut memakai pakaian adat Sumatera Selatan (betajuk). Kemudian prosesi selanjutnya ialah anak perempuan tersebut diarak menuju tepian sungai, yang mana dalam masyarakat Air Mayan diarak sampai ke tepi sungai Ayek Angat dengan diiringi dengan tabuhan rebana dan lagu qasidah yang dilantunkan oleh anak-anak kecil yang berusia 4-10 tahun.
Setelah sampai di tepi sungai anak perempuan tersebut dimandikan oleh dukun bekayekan dan dibacakan mantera atau do’a, dilangierkan (shampo tradisional yang terbuat dari kelapa, pandan, bunga mawar dan daun jeruk purut) dan dimandikan lagi. Lalu anak perempuan tersebut masuk kedalam gulungan tikar dan selanjutnya dikhitan oleh dukun bekayekan, bagian klitoris yang dikhitan digulung kedalam kapas dan tiletakkan ke atas nampan. Setelah prosesi khitan selesai, anak perempuan tadi dihias lagi dengan peralatan hias seperti semula, lalu diarak kembali menuju pohon kelapa yang telah ditentukan dengan guna membuang gulungan kapas dan klitoris yang telah dikhitan.
Setelah sampai di tempat pohon kelapa tersebut, anak perempuan tadi diharuskan mengelilingi pohon kelapa tersebut sebanyak tujuh kali dengan tangan kanan memegang lemak manis yang dibungkus dengan daun pisang dan tangan kiri memegang uang sebesar Rp. 10.000 atau lebih, menurut kemampuan keluarga yang melaksanakan upacara bekayekan yang diiringi dengan tabuhan rebana dan kelintang. Dukun bekayekan menunggu didekat pohon kelapa sebagai pertanda genapnya hitungan bagi anak perempuan tersebut sambil membaca doa-doa. Setelah mengelilingi pohon kelapa, dukun bekayekan kemudian mengubur bagian klitoris yang dikhitan digulung kedalam kapas dibawah pohon kelapa. Sewaktu dengan itu anak perempuan yang dikayekan melemparkan lemak manis dan uang yang digenggamnya kearah kerumunan anak-anak yang mengarak tadi.
Kelapa memiliki arti yang sakral dalam upacara ini, tunas kelapa adalah sebagai lambang, tunas kelapa dapat hidup di mana saja, kuat dan kokoh. Begitu juga nantinya si anak tumbuh, berkembang dan bersosialisasi dengan lingkungannya.[5]
Kemudian apabila prosesi tersebut selesai, anak perempuan tersebut diarak kembali menuju tempat kediaman yang ditandakan dengan para keluarga yang telah menunggu di depan pintu untuk meneteskan air bunga yang telah disiapkan ke mata kanan dan kiri anak perempuan yang dikayekan oleh bapaknya yang ditujukan agar penglihatan anak tersebut terang atau jelas.
Prosesi selanjutnya makan seghajang (makan sepiring bersama) dengan jejaka berusia 4-17 tahun yang belum menikah, yang mana dalam prosesi ini bermakna bahwa pasangan seghajang anak perempuan tersebut menentukan usia jodohmya. Apabila pasangannya berusia lebih muda dari anak perempuan yang dikayekan maka jodohnya demikian, begitupun sebaliknya. Prosesi selanjutnya ialah pelaksanaan doa yang dipimpin oleh khatib atau imam, prosesi ini menandakan bahwa upacara bekayekan telah selesai.
Ada sebagian masyarakat yang menggabungkan acara ini dengan acara aqiqah. Proses pelaksanaannya tak jauh berbeda, hanya saja niatnya dalam doa yang sebelumnya hanya ditujukan untuk berkhitan, sekarang diniatkan untuk aqiqah.
B.     Doa (Mantera)
Doa yang dibacakan oleh dukun bekayekan hanya diketahui oleh dukun tersebut, sebagai masyarakat menganggap bahwa yang dibacakan oleh dukun tersebut adalah doa-doa, namun ada sebagian masyarakat mengatakan bahwa yang dibacakan adalah berupa ratapan (bacaan jampi/mantera) untuk anak yang dikayekan.
C.     Nilai Budaya
Upacara bekayekan tidak begitu jelas kapan upacara ini pertama kali di adakan. Menurut masyarakat upacara ini sudah turun temurun dari nenek moyang mereka,upacara ini menjadi salah satu unsur kebudayaan yang tidak dapat di pisahkan dari peradaban masyarakat setempat, yang pastinya upacara ini masih bertahan hingga sekarang dalam masyarakatnya.
Hal-hal yang memotivasi masyarakat Muslim di Air Mayan melaksanakan upacara bekayekan adalah : 1) untuk memberi indentitas sosial kepada anak perempuan sebagai Muslim; 2) untuk memberikan status sosial sebagai gadis di dalam masyarakatnya; 3) untuk menanamkan sifat-sifat feminim terhadap perempuan di Air Mayan melalui media benda-benda yang disertakan dan mantra-mantra yang diucapkan oleh dukun bekayekan.
Oleh karena itu, upacara bekayekan ini masih dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Air Mayan, walaupun zaman sekarang prossesi khitan untuk anak perempuan ini sudah dilakukan oleh ahli medis atau bidan setempat, namun tak jarang masyarakat tetap melaksanakan upacara ini dengan prosesi yang sama, hanya saja sang dukun tidak mengkhitan anak yang dikayekan.
Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat Air Mayan masih memegang teguh dan masih melestarikan apa yang diyakini mereka dalam upacara bekayekan ini sebagai ritual peralihan status anak perempuan sebelum memasuki status gadis di lingkungan masyarakatnya.
D.    Pengaruh Agama Terhadap Upacara Bekayekan
Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, yang merupakan pedoman  bagi sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan  dalam pegaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa. Hukum Adat senantiasa  tumbuh  dari  suatu  kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat itu berlaku. Tak terkecuali masyarakat suku Pasemah di Desa Air Mayan ini.
Menurut beberapa penulis Barat bahwa sebelum masuknya agama islam di Pasemah dahulu masyarakat menganut Aninisme tetapi ini sangat di ragukan sebab pada dasarnya aninisme adalah suatu bentuk pekercayaan primitif yang memuja benda-benda yang di percaya mempunyai atau didiami roh halusmemang keprcayan aninisme banyak dianut suku-suku yang ada di indonesia seperti di kepulauan Nias, Tapanuli (Batak), suku Dayak di Kalimantan dan suku dikepualauan Irian (suku asmat). Suku ini membuat patung dari kayu di pakai dalam upacara keadatan mereka. Tetapi ciri-ciri khas sperti itu atau pemujaan benda-benda yang di buat sendiri atau terhadap benda lainnya seperti batang, kayu terdapat dalam keadatan Pasemah (Upacara Adat Pasemah).
Ada pendapat lain bahwa orang Pasemah sangat percaya pada apa yang disebut puyang sebagai leluhur yang sangat di hormati, disegani. Karena puyang-puyang ini disamping asal-usul keturunan juga mempunyai kesaktian terlihat ini jelas hingga sekarang masih diceritakan dan diakui walau pun sebelum agama islam masuk juga ada pengaruh dari agama Hindu dan Budha.
Dalam hubungannya dengan khitan wanita adalah termasuk bagian dari syariat Islam yang mana agama Islam adalah agama yang banyak dianut masyarakat Air Mayan. Hukum khitan bagi wanita adalah diperintahkan. Sebagian ulama mewajibkannya, sebagian hanya menganggapnya sunnah. Meskipun tidak melakukannya, seorang muslim wajib meyakini bahwa khitan adalah bagian syariat Islam. Telah jelas bahwa khitan merupakan bagian dari perintah syariat Islam yang mulia. Semua hal yang diperintahkan dalam syariat pasti memberikan manfaat bagi hamba, baik kita ketahui maupun tidak. Tidak mungkin ada perintah syariat yang tidak memberikan manfaat bagi hamba atau bahkan merugikan hamba. Termasuk dalam hal ini khitan bagi wanita yang merupakan bagian dari syariat Islam.
Meskipun belum ada bukti medis tentang manfaat khitan bagi wanita namun cukuplah perintah adanya syariat khitan sebagai bukti bahwa khitan bermanfaat bagi wanita. Di antara manfaat khitan bagi wanita adalah yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu untuk menstabilkan syahwat dan memuaskan pasangan.
 Bahkan masyarakat di Desa Air Mayan ini menganggap bahwa khitan bagi anak perempuan adalah suatu kewajiban, dan bagi yang tidak melaksanakannya dianggap bukan merupakan bagian dari masyarakat muslim.
Namun, unsur kearifan lokal terhadap apa yang disyariarkan Islam ini bercampur baur, dengan masih adanya pemahaman masyarakat terhadap pemahan animisme yang meskipun itu hanya sedikit. Seperti halnya dalam upacara bekayekan ini, masyarakat Air Mayan suku Pasemah masih mempercayai doa atau jampi yang diucapkan dukun bekayekan, adanya unsur pemahaman masyarakat terhadap setiap hal yang ada dalam setiap prosesi adalah ada hubungannya dengan masa depan anak perempuan yang dikayekan. Seperti mengenai kehidupan dan jodoh di masa depan.













DAFTAR PUSTAKA

Afrita, Wawancara, Curup, 20 Mei 2015

Contoh Surat Kuasa



SURAT KUASA KHUSUS
NO : ...


Nama               : Primadya Sari Binti Abdul Manan
Umur               : 37 tahun
Agama             : Islam
Pekerjaan         : Ibu Rumah Tangga
Alamat             : Jalan Pramuka No. 175 Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong

 
Yang bertanda tangan dibawah ini :





Dalam hal ini memilih memilih kediaman hukum ( Domisili ) di kantor kuasanya yang tersebut dibawah ini, dengan ini menerangkan memberi  kuasa  kepada : 


1. Rahman Effendi, SHI
2. Juli Anggita, SH
3.Robbi Tumanggung, SH
 
 




Advokat/ Penasehat Hukum pada Kantor “LBH HIKMAH”, Beralamat di Jl. S. Sukowati No. 135, Depan Pengadilan Agama Curup, yang bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

----------------------------------------------- K  H  U  S  U  S -----------------------------------------

Untuk dan atas nama serta sah mewakili kepentingan Pemberi Kuasa bertindak sebagai Kuasa Hukum dalam kedudukannya sebagai PENGGUGAT untuk membuat dan menandatangani Surat Gugatan Cerai Gugat serta mengajukannya ke Pengadilan Agama Curup, di Curup. terhadap suaminya bernama: TOMY ARFKA Bin TONY MULYANA, Umur 39 Tahun, Agama Islam, Pendidikan Terakhir S1 (computer), Pekerjaan tehnisi komputer, bertempat tinggal di Kelurahan Air Bang RT.001 RW.003, Kecamatan Curup Tengah, Kabupaten Rejang Lebong,  sebagai TERGUGAT ;-----------

Untuk keperluan tersebut Penerima Kuasa di beri kewenangan penuh untuk menghadap dan berbicara dengan Pejabat yang berwenang atau di muka Pengadilan Agama Curup, serta Badan-Badan Kehakiman lain atau Pejabat / Pegawai lainnya, atau dengan pihak Badan-Badan / Kantor-Kantor swasta ataupun perorangan, mengajukan permohonan-permohonan yang perlu, membuat surat gugatan, replik serta menandatangani surat-surat tersebut, mengajukan bukti-bukti surat dan saksi-saksi sehubungan dengan perkara ini, membantah atau menyangkal hal-hal yang tidak benar, membaca berkas perkara atau berkas-berkas / surat-surat lainnya sehubungan dengan perkara ini, mempertahankan kepentingan Pemberi Kuasa, mengajukan banding, mengajukan kasasi, minta peninjauan kembali, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, melakukan kompromi atau PERDAMAIAN dan menandatangani akta perdamaian dengan persetujuan terlebih dahulu dari Pemberi Kuasa, dan pada umumnya membuat segala sesuatu yang dianggap perlu oleh Pemberi Kuasa.

Surat Kuasa dan kekuasaan ini diberikan dengan hak untuk melimpahkan (subsitusi) baik sebagian maupun seluruhnya yang dikuasakan ini kepada orang lain.


                                                                                                   Curup, 30 Mei 2015
Yang menerima kuasa




(Rahman Effendi, SHI)




(Juli Anggita, SHI)




(Robbi Tumanggung, SH)
Yang memberi kuasa




(Primadya Sari Binti Abdul Manan)