PENDAHULUAN
Kode Etik bagi profesi Notaris
sangat diperlukan untuk menjaga kualitas pelayanan hukum kepada masyarakat oleh
karena hal tersebut, Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai satu-satunya
organisasi protesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan UU Jabatan Notaris
No.30 Tahun 2004, menetapkan Kode Etik bagi para anggotanya.
Jabatan notaris adalah merupakan
jabatan kepercayaan. Undang-undang telah memberi kewenangan kepada para Notaris
yang begitu besar untuk membuat alat bukti yang otentik, karenanya
ketentuan-ketentuan dalam UU Jabatan Notaris begitu ketatnya dan penuh dengan
sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana tanpa mengurangi
kemungkinan diterapkannya sanksi pemberhentian sementara sampai ke pemecatan.
Kode etik notaris sendiri sebagai
suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku notaris dalam melaksanakan
jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan notaris. pada Pada hakekatnya
Kode Etik Notaris merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang diatur dalam
Undang Undang Jabatan Notaris. Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu
profesi dimana seseorang dapat menyelesaikan masalah-masalah hukurn yang
dihadapinya yaitu salah satunya dengan menghadap kepada seorang Notaris.
Notaris adalah suatu protesi
kepercayaan dan berlainan dengan profesi pengacara, dimana Notaris dalam
menjalankan jabatannya tidak memihak. Oleh karena itu dalam jabatannya kepada
yang bersangkutan dipercaya untuk rnernbuat alat bukti yang mempunyai kekuatan
otentik. Dengan demikian, peraturan atau undang-undang yang mengatur tentang
jabatan Notaris telah dibuat sedemikian ketatnya sehingga dapat menjamin
tentang otentisitasme akta-akta yang dibuat dihadapannya. Untuk menjaga
kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka Asosiasi Profesi Notaris seperti
lkatan Notaris Indonesia membuat Kode Etik yang berlaku terhadap para
anggotanya.
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Etika
Menurut Bertens (1994), Etika
berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat
kebiasaaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Arti etika adalah ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dari
asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat
istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang
buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai
kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang
benar dan salah yang dianut masyarakat.[1]
B. Kode Etik Profesi
Etika profesi menurut keiser dalam (
Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk
memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban
dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban
terhadap masyarakat.
Kode etik profesi adalah system
norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang
harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar
professional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak
professional.
Bertens dalam bukunya tentang etika
menyatakan bahwa kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima
oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
anggotanya bagaimana seharusnya dan sekaligus menjamin mutu moral itu di mata
masyarakat. Apabila salah satu anggota kelompok profesi itu berbuat menyimpang
dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar di mata
rnasyarakat. Oleh karena itu, kelornpok profesi harus menyelesaikan berdasarkan
kekuasaannya sendiri. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena
dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi.
Kode etik profesi dapat berubah dan
diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga
anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan jaman. Kode etik profesi
merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini
perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik
profesi merupakan tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik
profesi merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi
anggotanya.
Kode etik perlu dirumuskan secara tertulis, menurut
Sumaryono dalam bukunya tentang Etika Profesi Hukum, Norma-Norma bagi Penegak
Hukum mengemukakan alasannya : 1. sebagai sarana
kontrol sosial 2. sebagai pencegah
campur tangan pihak lain 3. sebagai pencegah
kesaJahpahaman dan konflik Kode etik
profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga
dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru ataupun
calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan
terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok anggota profesi atau
antara anggota kelompok profesi dan masyarakat.
C. Profesi Notaris
Dalam kehidupan bermasyarakat
dibutuhkan suatu ketentuan yang mengatur pembuktian terjadinya suatu
peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam hukum keperdataan
dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat memberikan
bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum
tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu perikatan. Berkaitan dengan hal
tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau suatu lembaga yang diberikan
wewenang untuk membuat akta otentk yang juga dimaksudkan sebagai lembaga
notariat.[2]
Notaris adalah Pejabat
Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosee, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta
itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh Undang-undang. ( Pasal 1 Juncto 15 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)
Lembaga kemasyarakatan yang dikenal
sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama
manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum
keperdataan yang ada dan/atau terjadi diantara mereka. Lembaga Notaris timbul
karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam mengatur pergaulan hidup
sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti mengenai hubungan keperdataan
di antara mereka".
Oleh karenanya kekuasaan umum
(openbaar gezaag) berdasarkan perundang-undangan memberikan tugas kepada
petugas yang bersangkutan untuk membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana
dikehendaki oleh para pihak yang mempunyai kekuatan otentik. Notaris yang
mempunyai peran serta aktivitas dalam profesi hukum tidak dapat dilepaskan dari
persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan fungsi serta peranan hukum
itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang mengatur segala
perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi hukum berfungsi sebagai alat
untuk pembaharuan masyarakat.
Tanggung jawab notaris dalam
kaitannya dengan profesi hukum di dalam melaksanakan jabatannya tidak dapat
dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan
bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada masyarakat, dua
hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya
tersebut. Adanya kemampuan untuk menjunjung tinggi profesi hukurn yang
mensyaratkan adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat
dijabarkan :[3]
1.
Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi
kepentingan umum yaitu memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi
hukurn yang baik dan tanggap. berperilaku individual. mampu menunjukkan
sifat dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi hukum yang baik.
2.
Keluar. kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap
perkembangan masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan
urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta
aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.
Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus
1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College Van Scepenen di Jacatra,
diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang pengangkatannya
berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam
pengangkatannya dimuat sekaligus secara singkat yang menguraikan
pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.
D. Sejarah
Notaris
Sejarah lembaga notariat dimulai
pada abad ke-11 atau ke-12 di daerah Pusat perdagangan Italia. Pada abad
ke-13 lembaga notariat mencapai puncak perkembangannya, setelah itu pada abad
ke-14 terjadilah kemerosotan di bidang notariat, hal ini disebabkan tindakan
dari penguasa pada waktu itu yang seolah-olah menjual jabatan-jabatan Notaris
kepada orang-orang tanpa mengindahkan apakah orang tersebut memiliki keahlian
atau tidak, sehingga menimbulkan banyak keluhan dari masyarakat. Pada permulaan
abad ke-19, lembaga notariat in meluas ke negara- negara sekitarnya bahkan
ke negara-negara lainnya.[4]
Pada saat puncak perkembangannya dan
setelah terjadi pelembagaan notariat, lembaga ini dibawa Belanda dengan
dua buah dekrit kaisar yaitu pada tanggal 8 Nopember tahun 1810 dan tanggal 1
Maret tahun 1811 yang berlaku di seluruh negeri Belanda. Perundang-undangan
notariat Perancis yang diberlakukan di Negeri Belanda tidak segera hilang
walaupun negara itu telah lepas dari kekuasaan Perancis, setelah adanya desakan
dari rakyat Belanda yang berulang kali untuk membentuk suatu perundang-undangan
nasional yang sesuai dengan aspirasi rakyat di bidang notariat, maka pada
tanggal 9 Juli tahun 1842 dikeluarkan Undang-undang tentang Jabatan Notaris,
yaitu Nederland Staatblad Nomor 20. Perkembangan sejarah notariat di
negeri Belanda Sangat penting artinya bagi lembaga notariat di Indonesia. [5]
Notariat di Zaman Republik der
verenigde Nederlanden mulai masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke 17. Pada
tahun 1860 peraturan-peraturan mengenai jabatan Notaris di Indonesia
disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di negara Belanda dengan di
undangkannya Staatblad Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris pada tanggal
26 Januari 1860 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli tahun 1860, dengan
diundangkannya “Notaris Reglemen” maka diletakkanlah dasar yang kuat bagi
pelembagaan notariat di Indonesia.[6]
Seiring dengan perkembangan jaman
dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia, berbagai ketentuan dalam
peraturan perundang - undangan tersebut diatas sudah tidak sesuai lagi, maka
perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu
undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris, sehingga dapat tercipta
suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah
negara Republik Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan unifikasi
hukum dibidang kenotariatan tersebut, pada tanggal 6 Oktober tahun 2004
disahkan dan diundangkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris.
Menurut pendapat Prof. Abdulkadir
Muhammad, dalam mengemban tugasnya tersebut, Notaris harus bertanggung jawab,
artinya:
1.
Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik
dan benar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan
pihak berkepentingan karena jabatannya.
2.
Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya
akta yang dibuatnya itu sesuai degnan aturan hukum dan kehendak pihak yang
berkepentingan dalam arti sebenarnya, buka mengada-ada. Notaris harus
menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan prosedur
akta yang dibuatnya tersebut.
3.
Berdampak positif. Artinya siapapun akan mengakui akta
notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna.
Kedudukan Notaris sebagai pejabat
umum adalah merupakan salah satu organ negara yang mendapat amanat dari
sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban, wewenang
dan tanggung jawab dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum
dibidang keperdataan.
E. Kode Etik Notaris
Notaris dalam menjalankan jabatannya
selain mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai
dengan etika profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang dituntut untuk
dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi
berbeda-beda menurut bidang keahliannya yang diakui dalam masyarakat. Etika
profesi diwujudkan secara formal ke dalam suatu kode etik.
Kode etik adalah segala yang tertulis
dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga
kode etik dalam hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat
profesi tertentu dalam menjalankan profesinya.
Para
Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan
organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI merupakan kelanjutan dari
De Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang dahulu didirikan di
Batavia pada tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan sebagai badan hukum
dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908
Nomor 9. Nama Belanda kemudian diganti atau diubah menjadi Ikatan Notaris
Indonesia yang hingga sekarang merupakan satu-satunya wadah organisasi profesi
di Indonesia.
Kemudian
mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri kehakiman RI
pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah
diumumkan dalam Berita Negara RI tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor
1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana
dimaksud dalam UUJN nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan
dalam Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 117.
Menurut
Pasal 1 angka (5) UUJN, menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi
profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.
Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi
tersebut kedalam Kode Etik Notaris.
Kode
etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu
profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu
profesi yang disusun oleh anggota profesi itu sendiri damn mengikat
mereka dalam mempraktekkannya. Dengan demikian Kode etik Notaris adalah
tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku
pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan
akta.[7]
Pembahasan mengenai Kode etik tidak
terlepas dari UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004. Dalam
kode etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun sangsi serta
penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Uridang-Undang
Jabatan Notaris dapat berjalan tertib. Menurut Pendapat Prof. Abdulkadir
Muhammad, uraian mengenai Kode Etik Notaris meliputi antarlain: Etika
Kepribadian Notaris, Etika melakukan tugas jabatan, etika pelayanan terhadap
klien, etika hubungan sesama rekan Notaris, dan etika pengawasan terhadap
Notaris.
1.
Etika Kepribadian Notaris
Sebagai pejabat umum, notaris harus:
a. Berjiwa Pancasila;
b. Taat pada hukum, sumpah jabatan
dan Kode Etik Notaris;
c. Berbahasa Indonesia yang baik.
Sebagai profesional, Notaris harus:
a. Memiliki perilaku profesional;
b. Ikut serta pembangunan nasional
di bidang hukum;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan
martabat Notaris.
Yang dimaksud dengan perilaku
profesional ( Professional behaviour ), adalah memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
a.
Keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman
tinggi;
b.
Integritas moral artinya menghindari sesuatu yang
tidak baik walaupun imbalan jasanya tinggi, pelaksanaan tugas profesi
diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, sopan santun, dan agama;
c.
Jujur tidak saja pada pihak kedua atau pihak ketiga, tetapi
juga kepada diri sendiri;
d.
Tidak semata-mata pertimbangan uang, melainkan juga
pengabdian, tidak membedakan antara orang mampu dan tidak mampu;
e.
Berpegang teguh pada kode etik profesi karena di
dalamnya ditentukan segala perilaku yang harus dimiliki oleh Notaris,
termasuk berbahasa Indonesia yang sempurna.
2.
Etika melakukan tugas jabatan
Notaris sebagai pejabat umum
dalam melakukan tugas jabatan harus: a. Menyadari kewajibannya, bekerja
sendiri, jujur, tidak berpihak, dan penuh rasa tanggung jawab; b. Menggunakan
satu kantor yang telah ditetapkan sesuai dengan undang-undang, tidak mengadakan
kantor cabang perwakilan, dan tidak menggunakan perantara; c. Tidak menggunakan
media massa yang bersifat promosi; d. Harus memasang tanda papan nama menur ut
ukuran yang berlaku.
3.
Etika pelayanan terhadap klien
Sebagai pejabat umum, notaris harus:
a.
Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang
memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya;
b.
Menyelesaikan akta sampai tahap pendaftaran pada
Pengadilan Negeri dan pengumuman dalam Berita Negara, apabila klien yang
bersangkutan dengan tegas mengatakan akan menyerahkan pengurusannya kepada
Notaris yang bersangkutan dan klien telah memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan;
c.
Memberitahu kepada klien perihal selesainya
pendaftaran dan pengumumam, dan atau mengirim kepada atau menyuruh mengambil
akta yang sudah didaftar atau Berita Negara yang sudah selesai dicetak tersebut
oleh klien yang bersangkutan;
d.
Memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat menyadari
hak dan kewajiban sebagai warga negara dan anggota masyarakat;
e.
Memberikan jasa kepada anggota masyarakat yang kurang
mampu dengan Cuma-Cuma;
f.
Dilarang menahan berkas seseorang dengan maksud
memaksa orang itu membuat akta pada Notaris yang menahan berkas itu;
g.
Dilarang menjadi alat orang atau pihak lain untuk
semata-mata menandatangani akta buatan orang lain sebagai akta buatan Notaris
yang bersangkutan;
h.
Dilarang mengirim kepada klien atau klien-klien untuk
ditandatangani oleh klien atau klien-klien yang bersangkutan;
i.
Dilarang membujuk-bujuk atau dengan cara apapun
memaksa klien membuat akta padanya, atau membujuk-bujuk seseorang agar
pindah dari Notaris lain;
j.
Dilarang membentuk kelompok di dalam tubuh Ikatan
Notaris Indonesia dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau
lembaga secara khusus/ekslusif, apalagi menutup kemungkinan anggota lain untuk
berpartisipasi.
4.
Etika hubungan sesama rekan Notaris
Sebagai sesama pejabat umum, Notaris
harus:
a.
Saling menghormati dalam suasana kekeluargaan;
b.
Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama rekan
Notaris, baik moral maupun material.
c.
Harus saling menjaga dan membela kehormatan dan nama
baik korps Notaris atas dasar rasa solidaritas dan sikap tolong menolong secara
konstruktif.
Dalam penjelasan diatas, maksud menghormati
dalam suasana kekeluragaan artinya, Notaris tidak mengeritik, menyalahkan
akta-akta yang dibuat rekan notaris lainnya dihadapan klien atau masyarakat.
Notaris tidak membiarkan rekannya berbuat salah dalam jabatannya dan seharusnya
memberitahukan kesalahan rekannya dan menolong memperbaikinya. Tidak melakukan
persaingan yang merugikan sesama rekan dalam arti tidak menarik karyawan
Notaris lain secara tidak wajar, tidak menggunakan perantara yang
mendapat upah, tidak menurunkan tarif jasa yang telah disepakati. Menjaga dan
membela kehormatan dan nama baik, dalam arti tidak mencampurkan usaha
lain dengan jabatan Notaris, memberikan informasi atau masukkan mengenai klien-klien
yang nakal setempat.
5.
Etika Pengawasan
a.
Etika pengawasan terhadap Notaris melalui pelaksanaan
Kode Etik Notaris dilakukan oleh Majelis Kehormatan Daerah dan atau Majelis
Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia;
b.
Tata cara pelaksanaan kode etik, sanksi-sanksi dan
eksekusi diatur dalam peraturan tersendiri;
c.
Tanpa mengurangi ketentuan mengenai tata cara maupun
pengenaan tingkatan sanksi-sank si berupa peringatan dan teguran, maka
pelanggaran-pelanggaran yang oleh Pengurus Pusat secara mutlak harus dikenakan
sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota Ikatan Notaris Indonesia disertai
usul Pengurus Pusat kepada Kongres untuk memecat anggota yang bersangkutan
adalah pelanggaran- pelanggaran yang disebut dalam Kode Etik Notaris dan
Peraturan Jabatan Notaris yang berakibat bahwa anggota yang bersangkutan
dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
F. Penegakan Hukum Kode Etik Notaris
Pengertian Penegakan hukum dapat
dirumuskan sebagai usaha melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi
pelaksanaannya, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan
hukum yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali.
Penegakkan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan
berikut:
a.
Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan
jangan berbuat lagi;
b.
Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda);
c.
Penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak
tertentu);
d.
Pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati).
Dalam pelaksanaannya tugas penegakan
hukum, penegak hukurn wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan.
Penegakan kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris
sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi
pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar
itu supaya ditegakkan kembali. Penegakan hukum Kode Etik Notaris tercantum
dalam Bab IV dan V yaitu dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 13. Yang meliputi :
Sanksi, Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan sanksl, Pemeriksaan dan
Penjatuhan Sanksi Pada tingkat Pertama, Banding dan Terakhir, Eksekusi atas
sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik.
G. Pengawasan
Pengawasan Notaris dimaksud
diharapkan oleh pembentuk Undang-undang Jabatan Notaris merupakan lembaga
pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat leblh
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dalam Pasal 67 ayat (5)
UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan
Notaris. Pengawasan baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug
as Notaris sebagai pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai
pemberi wewenang yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif
dilakukan oleh organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada
UUJN dan Kode Etik Notaris.[8]
Pengawasan Notaris diatur dalam
Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh Menteri dan dalarn
rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis Pengawas, yang
terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis
Pengawas Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsure dari
Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi.[9]
1.
MPD (Majelis Pengawas Daerah)
Melakukan
pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan melakukan pemeriksaan protocal
notaris,
memberikan
izin cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan adanya laporan atau pengaduan dari
masyarakat terhadap Notaris. Apabila ada pengaduan dari masyarakat terhadap
Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik maupun pelanggaran Undang-Undang
jabatan Notaris, maka MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup untuk umum,
MPD akan memeriksa dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor,
memeriksa bukti yang diajukan pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan
dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada
MajeJis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris
yang bersangkutan, pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis
Pengawas Pusat MPD tidak berwenang membenkan penilaian pembuktian terhadap
fakta-fakta hukum dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi.
2. MPW
(Majelis Pengawasan Wilayah)
MPW
berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan sampai 1 tahun. Berdasarkan BAP yang
telah diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang
Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka
untuk umum. Blla dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan
pelanggaran, maka laporan BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya.
Bila Notaris terbukti melanggar, putusan harus memuat alasan dan pertimbangan
yang cukup yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan. MPW membuat berita
acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian disampaikan kepada
Mennteri, pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat Ikatan Notaris
Indonesia. Apabila Notaris terlapor keberatan alas putusan sidang MPW, maka
Notaris dapat mengajukan banding pad a tingkat Majelis Pengawas Pusat.
3.
Majelis Pengawas Pusat (MPP)
Berwenang
memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1 tahun lebih. Menindaklanjuti
Notaris yang melakukan banding yang disampaikan melalui MPW. MPP wajib
melakukan Sidang Pemeriksaan dan Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk
umum.
H. Pelanggaran
terhadap Kode Etik Notaris
Beberapa contoh pelanggaran terhadap
UUJN yang dilakukan oleh oknum Notaris dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu
:
1.
Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksi-saksi, padahal
di dalam akta itu sendiri disebut dan dinyatakan "dengan dihadiri
saksi-saksi".
2.
Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris.
3.
Akta yang bersangkutan tidak ditandatangai di hadapan
Notaris, bahkan min uta Akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani
oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris yang bersangkutan
4.
Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan
tetapi Notaris yang bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-oleh
dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolah-oleh dilakukan di
tempat kedudukan dari Notaris tersebut.
5.
Seorang Notaris membuka kantor cabang dengan cara
sertiap cabang dalarn . waktu yang bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta
Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris yang
bersangkutan. Akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah
rnelakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata
Notaris tersebut tidak otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti
akta yang dibuat di bawah tangan apabila ditandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan
Pelanggaran terhadap UUJN seperti
yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau
pengguna jasa Notaris, bisa diajukan oleh masyarakat kepada Majelis Pengawas
Daerah. Yang kemudian mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN
ditentukan sanksi-sanksi dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan
Notaris. Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan
Notaris Indonesia (INI) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris
yang diakui dan telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran
menurut Kode etik Notaris diatur dalam Pasal1 angka (9) yaitu : Pelanggaran
adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan maupun orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris yang melanggar ketentuan
Kode Etik dan/atau disiplin organisasi.
I. Sanksi
Sanksi dalam Kode Etik tercantum
dalam pasal 6, Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran
Kode Etik dapat berupa :[10]
a.teguran
b. peringatan
c. schorsing (pemecatan sementara)
dari keanggotaan perkumpulan
d. onzetfing ( pemecatan) dari
keanggotaan perkumpulan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat
dari keanggotaan Perkumpulan.
Penjatuhan senksi-senksi sebagaimana
terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dengan
kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota. Yang dimaksud sebagai sanksi
adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa
ketaatan dan disiplin anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan
menjalankan jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi.
Penjatuhan sanksi terhadap anggota
yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik Notaris dilakukan oleh
Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang
melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk didalamnya juga
menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing
(termuat dalam Pasal B).
Terhadap pelanggaran Notaris
dilakukan pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia
(INI) terhadap anggotanya, yang secara langsung mengontrol Notaris yang
dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik
Notaris. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai
suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam
Perkumpulan yang bertugas untuk:
a.
Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan
anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik
b.
Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan
pelanggaran ketentuan kode etii: yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan rnasyarakat secara langsung.
c.
rnemberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas
atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris Dewan Kehormatan
memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik
yang sifatnya "internal" atau yang tidak mempunyai kaitan dengan
kepentingan masyarakat secara langsung (pasal 1 ayat 8 bagian a).
Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi
pada tingkat pertama dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Daerah yang baru akan
menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode
etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya, setelah mendengar
keterangan dan pembefaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan sidang
dewan kehormatan daerah terbukti adanya pelanggaran kode etik, maka sidang
sekaligus "menentukan sanksi" terhadap pelanggarnya. (pasal 9 ayat
(5).
Sanksi teguran dan peringatan oleh
Dewan Kehormatan Daerah tidak wajib konsultasi dahulu demgan Pengurus
Daerahnya, tetapi sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan
(onzetting) adri keanggotaan diputusakan dahulu dengan pengurus Dasarnya (Pasaf
9 ayat (8).
Pemeriksaan dan
penjatuhan sanksi pada tingkat banding dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan
Wilayah (Pasal 10). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara
(schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat
diajukan/dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah. Apabila
pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh
Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan daerah yang
bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan
Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding. Pemeriksaan
dan Penjatuhan saksi pada tingkat terakhir dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan
Pusat (pasal 11).
Putusan
yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan
(onzetting) dari keanggotaan perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan
Wilayah dapat diajukanl dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada
Dewan Kehormatan Pusat. Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam pelanggaran kode etik
berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh dewan Kehormatan Daerah, dewan
Kehorrnatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat
dilaksanakan oleh Penqurus Daerah. Dalam hal pemecatan sementara secara rind
tertuang dalam pasal 13.
Dalam
hal pengenaan sanksi pemecatan sementara (schorsing) demikian juga sanksi
onzetting maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota
perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13
diatas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah
(MPD) dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
J. Contoh Kasus
Pelanggaran Kode Etik Notaris
Diantara berbagai profesi, notaris termasuk profesi yang
cukup prestius. Orang yang berprofesi ini adalah pejabat umum yang dipercaya
pemerintah untuk membuat akta otentik. Namun seperti profesi lainnya ada juga
notaris nakal yang dengan sengaja melanggar jabatan dan menyimpang dari aturan
kode etik dalam menjalankan pekerjaannya demi keuntungan pribadi. Akibatnya
tidak sedikit masyarakat dirugikan akibat ulah notaris nakal.
Contohnya, lihat saja apa yang terjadi di Kalimantan Timur
(Kaltim) terhadap perusahaan PT Daisy Timber (DT). Menurut Ketua Pansus
Evaluasi Perusahaan Daerah DPRD Kaltim Andi Harun, banyak terjadi keanehan
didalam perubahan saham di PT DT. Semula 60 persen saham perusahaan HPH ini
dimiliki PT DT dan 40 persennya dimiliki masyarakat. Sebanyak 40 persen itu
dibagi ke Perusda Kehutanan Silva Kaltim Sejahtera (SKS) sebesar 10 persen,
Pondok Pesantren Al Banjari Balikpapan 10 persen, KUD Mufakat Biduk-biduk 10
persen, dan Koperasi Karyawan PT DT 10 persen. Tapi, tiba-tiba komposisi saham
telah berubah menjadi 85 persen saham dikuasai PT DT, sedangkan sisanya 15 persen
yang dimiliki unsur masyarakat, di luar Perusda Kehutanan SKS yang justru tidak
memiliki lagi saham di PT DT.
Hal inilah yang kemudian digugat oleh DPRD Kaltim dengan
membentuk pansus. Diduga hilangnya sebagian saham milik unsur masyarakat Kaltim
dan hilangnya seluruh saham milik Perusda SKS terjadi melalui rapat umum
pemegang saham (RUPS) pada 2007 yang tanpa dihadiri unsur masyarakat. Sedang
dari PT TS diwakili Indra Wargadalem selaku kuasa hukum pemegang saham
mayoritas di PT DT. Apa yang terjadi di PT DT mengenai kasus hilangnya
kepemilikan saham dari unsur masyarakat Kaltim memang bukan merupakan
satu-satunya. Karena masih banyak kasus yang sama terjadi yaitu hilangnya
kepemilikan saham seperti pada kasus sengketa pengelolaan Televisi Pendidikan Indonesia
(TPI).
Padahal sebagai seorang yang dipercaya dan diberikan
kewenangan penuh oleh pemerintah menjadi pejabat umum untuk membuat akta-akta
otentik, tugas seorang notaris dalam memberikan pelayanan hukum kepada
masyarakat yang membutuhkan jasanya tentu harus hati-hati dan cermat. Dia pun
harus mematuhi rambu-rambu yang diatur dalam Undang Undang (UU) Nomor 30 tahun
2004 tentang jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Masalahnya akta-akta
otentik yang dibuat notaris adalah juga merupakan dokumen negara dan bisa
menjadi alat bukti di persidangan. Sehingga jika terjadi kesalahan atau
penyimpangan sekecil apapun dalam pembuatannya oleh notaris tentu bisa
berdampak sangat luas dan bisa merugikan pihak-pihak yang terkait secara
langsung dengan keberadaan akta-akta itu.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Notaris merupakan pejabat umum yang
membuat akta otentik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Diperlukan tanggung jawab
terhadap jabatannya, sehingga diperlukan lembaga kenotariatan untuk mengatur
perilaku profesi notaris tersebut. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris
adalah merupakan penjabaran lebih lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang
Jabatan Notaris , mengingat Notaris dalarn melaksanakan jabatannya harus tunduk
dan mentaati seqala ketentuan dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.
Yang tercantum dalam kode etik notaris yang dibuat oleh organisasi INI yang
merupakan satu-satunya organisasi notaris yang berbadan hukum sesuai dengan
UUJN. Artinya seluruh notaris wajib tunduk kepada Kode Etik Notaris.
B.
Saran
Berdasarkan uraian tentang kewajiban
dan larangan sebagaimana terinci di atas, diharapkan notaris dalam menjalankan
jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral profesi yang diembannya,
taat asas, serta tunduk dan patuh pada setiap peraturan yang mengatur
jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan semua kalangan benar-benar dapat
memaknai profesi notaris sebagai salah satu profesi yang mulia dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
Liliana
Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf
Publishing, Yogyakarta, 1995
Sangat lengkap Jasa Pembuatan Website Toko Online serta layanan Jasa Pembuatan Website Penjualan Online dan
BalasHapusJasa Pembuatan Online Shop
Grosir Jilbab Murah - Jilbab Segi Empat Terbaru dan Jilbab Instan Terbaru serta Jasa Pembuatan Website Murah serta Buat Toko Online Murah